Minggu, 5 Mei 2024

Breaking News

  • Tanggapi Keluhan Masyarakat Dalam Kegiatan Jumat Curhat, Polres Siak Datangkan Mobil SIM Keliling   ●   
  • Bupati Kasmarni: Tahniah Kepada Septian dan M Alga atas Penghargaan Suara Pileg Terbanyak se-Riau   ●   
  • TAUFIK HIDAYAT KETUA MPC, PP, INHU, BALON BUPATI, RESMI DAFTAR KE PARTAI NASDEM   ●   
  • Usai Dipugar, Bupati Kasmarni Resmikan Kelenteng Tri Dharma Hun Bin Kuan Siak Kecil   ●   
  • Majukan Pertanian di Meranti, Plt Bupati Asmar Temui Wamen Pertanian Harvick Hasnul Qalbi.   ●   
KPK Vs Polisi
'Cicak vs Buaya': Antara Dendam dan Kebohongan
Senin 26 Januari 2015, 01:21 WIB
Logo KPK dan Polri  Int

PEKANBARU. Riaumadani.com  - Perseteruan antara 'Cicak' [KPK] dan 'Buaya' [Polri] kembali terjadi. Entah siapa dalang dibalik perseteruan ini, setidaknya kasus tersebut menjadi potret buram bagi dunia penegakan hukum dan juga buruknya pentas politik kita saat ini.

Anehnya, konflik yang terjadi seolah-olah seperti ada yang memicunya sehingga memunculkan perseteruan 'bodoh' yang lebih parah dari pertengkaran di kalangan anak-anak.

Masih ingat di memori kita bagaimana kisruh hebat terjadi antara KPK dan Polri yang memunculkan personifikasi cicak dan buaya beberapa tahun lalu. Susno Duadji adalah orang yang menggelindingkan personifikasi KPK sebagai cicak dan Kepolisian sebagai buaya melalui pernyataannya "Cicak kok mau melawan buaya ....".

Kini, perseteruan itu kembali terjadi setelah KPK menyematkan status tersangka terhadap calon tunggal Kapolri, Komjen Pol. Budi Gunawan, dalam kasus gratifikasi. Alhasil, Presiden Joko Widodo terpaksa menunda pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri meski telah mendapat restu dari DPR RI. Beberapa hari setelah itu, Bareskrim Polri menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto yang dijerat dengan kasus kesaksian palsu di sidang sengketa Pemilukada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi, 2010.

Apapun ujung pangkal dari perseteruan ini, setidaknya publik sudah bisa membaca siapa sebenarnya yang ingin mengajak 'duel'. Kita tidak ingin mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Akan tetapi kita harus banyak belajar bagaimana membangun komunikasi politik yang santun dengan sesama teman ataupun dengan lawan politik.

Buya Hamka merupakan contoh sederhana bagi kita untuk belajar kesantunan dalam berpolitik. Dalam catatan Irfan Hamka dalam bukunya berjudul "Ayah", diuraikan bagaimana sosok Buya Hamka lebih mengedepankan kesantunan dalam berpolitik. Ada hal menarik yang diceritakan dalam buku "Ayah" tersebut. Terutama tentang bagaimana sosok pribadi Buya Hamka ketika menghadapi orang-orang yang pernah memfitnah, membenci, dan memusuhinya. Sebagai ulama yang teguh pendirian, tentu ada pihak yang tak suka dengan sikapnya.

Irfan Hamka menceritakan bagaimana sikap Buya Hamka terhadap tiga orang tokoh yang dulu pernah berseberangan secara ideologi, memusuhi, membenci, bahkan memfitnahnya. Ketiga tokoh tersebut adalah Soekarno [Presiden Pertama RI], Mohammad Yamin [tokoh perumus lambang dan dasar negara], dan Pramoedya Ananta Toer [budayawan Lembaga Kebudayaan Rakyat, organisasi seni dan budaya yang berafiliasi pada Partai Komunis Indonesia].




Editor : Oleh: Aidil Haris, S.Sos., M.Si, Dosen Umri-TP
Kategori : Hukum
Untuk saran dan pemberian informasi kepada katariau.com, silakan kontak ke email: redaksi riaumadain.com
Komentar Anda
Berita Terkait
 
 
Copyrights © 2022 All Rights Reserved by Riaumadani.com
Scroll to top