Selasa, 14 Mei 2024

Breaking News

  • Bupati Alfedri lepas 21 Calon Jamaah Haji Asal Sungai Apit Kabupaten Siak   ●   
  • Aparat Desa Gondai Diduga Bagikan Ayam Terjangkit Penyakit Kepada Warga   ●   
  • Bupati Sukiman Hadiri Perayaan Milad IKJR ke-18 di Sabak Auh Kabupaten Siak   ●   
  • Disinyalir Selewengakan Dana Desa Kades Pangkalan Gondai Bungkam   ●   
  • Sekwan Setya Hendro Wardhana, Hadiri Peringatan Hari Jadi IKJR Ke-18 Kabupaten Siak   ●   
Hukuman Mati Bagi Korutor
Ketua KPK Setuju Koruptor Dihukum Mati
Jumat 16 Mei 2014, 07:01 WIB
Ketua KPK Abraham Samad

JAKARTA. Riaumadani.com  - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad setuju jika pelaku tindak pidana korupsi dihukum mati. Menurutnya, hukuman mati untuk pelaku tindak pidana korupsi sudah diterapkan di sejumlah negara.

"Tapi undang-undang korupsi kita memberikan aturan yang ketat untuk hukuman mati, padahal di beberapa negara sudah dipraktikkan hukuman mati," kata Abraham di Jakarta, Rabu (15/5/2014).

Menurut Abraham, ada dua faktor yang menyebabkan orang melakukan korupsi, yakni keserakahan dan ketidakmampuan negara untuk memberikan jaminan kesejahteraan kepada setiap warga negara. Dia lantas mencontohkan korupsi yang didorong rasa keserakahan. Menurut Abraham, penyakit korupsi jenis ini biasa menjangkit kalangan pejabat atau penyelenggara negara.

"Kepala daerah, walau pun gajinya tidak sebesar gubernur BI tetapi fasilitasnya sudah luar biasa. Bupati mulai dari transportasi, tiap bulan bisa ganti gorden di rumahnya, itu diberikan negara. Tapi yang terjadi, hampir sebagian besar pelaku korupsi yang ditangkap adalah penyelenggara negara, perilaku ketamakan ada di dalam benak diri kita," paparnya.

Contoh selanjutnya, tindak pidana korupsi yang terjadi karena kurangnya pendapatan seseorang. Abraham mencontohkan oknum pegawai kelurahan yang mengambil keuntungan dari mengurus kartu tanda penduduk, atau polisi pangkat rendah yang melakukan pungli terhadap pelanggar lalu lintas.

"Polisi lalu lintas, sersan, gaji Rp 3 juta, dua orang anak, butuh pendidikan, coba Anda hitung, cukup enggak gaji Rp 3 juta untuk hidupi? hampir dipastikan tidak. Begitu pula pegawai negeri golongan rendah yang berada di kantor kelurahan. Kalau dia posisi yang urus KTP, punya anak dua, kita bisa pastikan gaji Rp 3-2 juta tidak mampu biayai hidup, kalau orang-orang ini lakukan penyimpangan, korupsi kecil-kecilan, pungli, KTP dinaikan, lalu litntas dijalan, disuap Rp 10.000-20.000 itu untuk apa, untuk memenuhi kebtuhan pokoknya," kata Abraham.

Karena memahami faktor-faktor korupsi ini, lanjutnya, KPK mengubah cara pemberantasan korupsi. Dari cara kovensional yang hanya melakukan penindakan represif, KPK mulai mengintegrasikan langkah penindakan dengan pencegahan tindak pidana korupsi.




Editor : Sumber :TP
Kategori : Hukum
Untuk saran dan pemberian informasi kepada katariau.com, silakan kontak ke email: redaksi riaumadain.com
Komentar Anda
Berita Terkait
 
 
Copyrights © 2022 All Rights Reserved by Riaumadani.com
Scroll to top