Selasa, 7 Mei 2024

Breaking News

  • Pastikan Maju di Pilkada Siak, Sugianto Kembalikan Formulir ke DPC Perindo, Demokrat dan Hanura   ●   
  • Abdul Wahid Serahkan formulir pendaftaran calon Gubernur Riau 2024 ke PDIP   ●   
  • Rakor Pemda dan Pemdes se-Riau, Laporan Angka Stunting Siak 2023 Turun 11,6 Persen   ●   
  • Silaturahmi dengan Tim Binfungtaswilnas Mabes TNI, Wabup Bagus Sampaikan Kondisi Abrasi   ●   
  • Rugikan Negara Rp22 M, Mantan Bupati Kuansing Sukarmis di Tahan Kejari   ●   
KUKUHKAN IKATAN DUTA BAHASA RIAU
Kaban Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Dadang Sunendar: Budaya Literasi Majukan Peradaban Manusia
Jumat 21 April 2017, 22:35 WIB
Acara pengukuhan Ikatan Duta Bahasa Riau (IDBR) di Kantor Balai Bahasa Riau, Pekanbaru, Jumat (21/4/2017).

PEKANBARU, RIAUMADANI. com - Budaya literasi (baca-tulis) merupakan hal yang sangat penting dimiliki manusia guna memajukan peradaban manusia. Mengakarnya budaya literasi akan membuat manusia terbiasa berpikir kritis dan melakukan telaah ulang atas segala hal yang ada di sekitarnya.

“Akan tetapi, dari hasil penghitungan Programme for International Student Assessment (PISA) dari tahun ke tahun, terlihat tingkat literasi anak didik Indonesia hanya mampu berada pada level menengah ke bawah. Tentu saja hasil ini menyebabkan rendahnya daya saing anak Indonesia di era globalisasi ini,” kata Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Prof Dr Dadang Sunendar MHum, saat memberi pengarahan dalam acara pengukuhan Ikatan Duta Bahasa Riau (IDBR) di Kantor Balai Bahasa Riau, Pekanbaru, Jumat (21/4/2017).

Porsesi pengukuhan dilakukan kepada Drs Umar Solikhan MHum sebagai Penanggung Jawab IDBR yang juga Kepala Balai Bahasa Riau dan Chandra Alfindodes sebagai Ketua IKDBR, yang diikuti beberapa pengurus dan anggota IDBR yang hadir.

Dadang mengingatkan adar IDBR terus ikut berpartisipasi dalam kampanye penggunaan bahasa Indonesia dan literasi kepada masyarakat, khususnya di Riau. Menurutnya, sebagai daerah yang bahasanya diangkat menjadi bahasa Indonesia, yakni bahasa Melayu, masyarakat Riau harus memberi contoh. Dalam hal ini, IDBR harus ikut membantu kampanye tersebut.

Dadang juga menjelaskan, kegiatan Duta Bahasa secara keseluruahan dapat menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap bahasa Indonesia. Kegiatan ini, menurutnya,  mampu memberi dampak positif bagi generasi muda untuk selalu mengutamakan bahasa Indonesia. Hal ini penting dimiliki oleh generasi muda sebagai agen perubahan atau pembaruan.

Menjadi Duta Bahasa, kata Dadang,  bukan saja sekadar mencari popularitas di kalangan masyarakat, khususnya generasi muda. Akan tetapi, seorang Duta Bahasa haruslah memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi dalam menjaga eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Oleh sebab itu, dalam hal ini diharapkan seluruh Duta Bahasa mampu menjadi pelopor aktif dalam mengutamakan bahasa Indonesia dan tetap melestarikan bahasa daerah, serta harus menguasai bahasa asing tentunya.
tuk itu, seorang Duta Bahasa harus mampu menjadi reksa bahasa,” jelas mantan akademisi di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung ini.
   
Menggerakkan Literasi
Secara kultural, kata Dadang,  masyarakat Indonesia belum memiliki budaya literasi yang tinggi. Masyarakat lebih sering menonton atau mendengar dibandingkan membaca, apalagi menulis. Dengan demikian, masyarakat Indonesia, secara umum, belum mampu mengaktualisasikan diri melalui tulisan. Tentu saja hal ini sangat mengkhawatirkan.

Danang  mengapreasiasi kegiatan Pekan Bahasa dan Pekan Sastra yang diadakan Balai Bahasa Riau. Menurutnya,  kegiatan ini mendukung Gerakan Literasi Nasional. “Apalagi Lomba Membaca Cerita Rakyat yang diikuti oleh siswa SD ini, merupakan kegiatan yang sangat berperan dalam meningkatkan budaya literasi sejak dini,” jelas Dadang.

Dadang menjelaskan tentang pentingnya membudayakan literasi kepada masyarakat. Mengutip data statistik UNESCO tahun 2012,  minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Ia juga memberi gambaran tingkat membaca pelajar Indonesia yang masih sangat rendah berdasarkan hasil tes PISA dari tahun ke tahun. Yakni  urutan ke-39 dari 41 negara (2002), ke-39 dari 40 negara (2003), ke-48 dari 65 negara (2006), ke-57 dari 65 negara (2009), ke-64 dari 65 negara (2012), dan ke-69 dari 76 negara (2015). Tingkat membaca penduduk Indonesia tertinggal dari Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Singapura.

“Bangsa Indonesia masih mengandalkan apa yang dilihat dan didengar dalam berpikir, bersikap, dan bertindak. Masyarakat belum terbiasa melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman dari membaca. Oleh sebab itu, masyarakat pun belum dapat mengaktualisasikan diri melalui tulisan. Masyarakat lebih sering menonton atau mendengar dibandingkan membaca apalagi menulis,” jelas Dadang lagi.

Kebiasaan membaca buku belum membudaya bagi masyarakat di Indonesia. Danang menjelaskan, dalam   Peringatan Hari Aksara Internasional Tingkat Nasional Tahun 2015, Taufiq Ismail mengatakan bahwa masyarakat Indonesia dengan minat baca yang rendah ini sebagai “generasi nol buku”. Generasi ini adalah generasi yang tidak membaca satu pun buku dalam satu tahun.

“Menurut Taufiq Ismail, generasi nol buku ini dianggap rabun membaca dan lumpuh menulis. Jika keberadaan ini dibiarkan terus, Indonesia akan semakin tertinggal dari bangsa lain, sebab kebiasaan membaca sangat berkaitan dengan kemajuan sebuah bangsa. Budaya membaca yang menjadi kebiasaan akan menyebabkan masyarakatnya memiliki pemikiran kritis, cerdas, objektif, dan mampu memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa,” tambah Dadang mengakhiri. (hbk)




Editor : Tis-Rp
Kategori : Budaya
Untuk saran dan pemberian informasi kepada katariau.com, silakan kontak ke email: redaksi riaumadain.com
Komentar Anda
Berita Terkait
 
 
Copyrights © 2022 All Rights Reserved by Riaumadani.com
Scroll to top