Kamis, 2 Oktober 2025

Breaking News

  • Pembukaan Bulan PRB 2025 di Mojokerto, Bupati Rohul : Bulan PRB Momentum Perkuat Sinergi Mitigasi Bencana   ●   
  • Ini Tanggapan Pemerintah Kabupaten Bengkalis Terkait Pj. Kepala Desa   ●   
  • Ledakan Guncang Kilang Pertamina Dumai, Warga Panik   ●   
  • Dua Pelaku Pengoplos Gas LPG Bersubsidi Dibekuk Tim Ditreskrimsus Polda Riau   ●   
  • Dua Warga Desa Teluk Lancar Tewas Disambar Petir Saat Mencari Kepah di Pantai Parit Panjang   ●   
KASUS DUGAAN PENISTAAN AGAMA
Kuasa Hukum Ahok Dinilai Tak Konsisten, JPU Minta Catatan Khusus Majelis Hakim
Selasa 21 Maret 2017, 23:35 WIB
KASUS DUGAAN PENISTAAN AGAMA
Kuasa Hukum Ahok Dinilai Tak Konsisten, JPU Minta Catatan Khusus Majelis Hakim
JAKARTA RIAUMDANI. com - Ahli agama Islam yang dihadirkan Kuasa Hukum Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok membuat Ketua Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Mukartono keberatan. Adapun saksi ahli agama yang dimaksud adalah Ahli Ushul Fiqih IAIN Raden Intan Lampung, Ahmad Ishomuddin.

Diketahui, Ahmad merupakan Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Tak hanya itu, Ahmad juga merupakan salah satu bagian dari komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Akan tetapi, kedatangannya ke sidang dugaan penodaan agama dengan terdakwa Ahok pada Selasa (21/3/2017), ini bersifat meringankan tuduhan. "Padahal beberapa keterangan ahli dari kami (JPU) selalu ditolak karena dengan alasan dari MUI. Ini sikap ketidakkonsistenan, mohon catatan secara khusus," kata Ali kepada Majelis Hakim di ruang sidang di Kementerian Pertanian, Jalan RM Harsono, Jakarta Selatan.

Majelis Hakim yang mendengar keberatan itu terlihat hanya mencatatnya dan mempersilakan JPU melanjutkan pertanyaan. Kepada Majelis Hakim, Ahmad menjelaskan tindakan yang dianggap menodai agama Islam itu seperti saat ada seseorang yang menginjak-injak Al-Quran dan melemparkannya sebagaimana penjelasan para ahli fiqih. Dalam kasus Ahok, dia menilai, untuk mengetahui apakah perkataan seseorang telah menodai agama Islam atau tidak haruslah dilihat pada niatnya.

Karena itu, imbuhnya, perlu dilakukan yang namanya klarifikasi atau tabayyun. "Menjustifikasi sebelum tabayyun tidak dibenarkan dalam Islam," ujar Ahmad.

Ditambahakannya, bukan hanya klarifikasi atau tabayyun, untuk melihat niat seseorang bisa dengan cara melihat kehidupan sehari-harinya.  "(Niat) Bisa dilihat dari kesehariannya untuk mengetahui perbuatannya menunjukan adanya niat atau tidak (mencemari agama Islam)," tutupnya. (uya)

Sumber: JPG




Editor :
Kategori : Hukum
Untuk saran dan pemberian informasi kepada katariau.com, silakan kontak ke email: redaksi riaumadain.com
Komentar Anda
Berita Terkait
 
 
Copyrights © 2022 All Rights Reserved by Riaumadani.com
Scroll to top